Tuesday, June 18, 2013

Kesulitan Menemukan Tour Guide

Oleh Ari D.K. 


Dicari guide berbahasa Prancis
Mampu berkomunikasi dalam bahasa Prancis dan memiliki pengetahuan lapangan dan tentang budaya Jawa. Akan dipekerjakan sebagai guide overland dari Yogyakarta sampai Jawa Timur.
(sebuah ilustrasi iklan lowongan pekerjaan posisi tour guide)

       Seorang tour guide idealnya harus mempunyai beberapa kriteria dasar:
  • menguasai bahasa yang sesuai dengan kliennya.
  •  menguasai medan lapangan dalam mengorganisasi sebuah kunjungan dari satu obyek ke obyek lainnya, dari satu hari ke hari selanjutnya.
  • memiliki pengetahuan umum yang luas.
  • mempunyai attitude kepribadian yang simpatik.
  • mempunyai kemampuan komunikasi, public speaking dan problem solver.
  •  memiliki jiwa “melayani” dan selalu ready on duty.


       Yang disebut di atas merupakan sebagian kecil dari kriteria dasar yang harus dimiliki oleh seorang guide. Apabila dikelompokkan maka akan terdiri dari kepribadian, kompetensi dan intelektualnya. Ini jika kita berbicara tentang kriteria ideal seorang guide. Namun, apakah demikian yang terjadi di lapangan?

Guide Seleksi Travel Agent, Bukan Travel Agent yang Seleksi Guide
       Lain ladang, lain belalang. Lain perusahaan, lain peraturan. Lain travel agent, lain pula kriteria untuk memilih pegawainya, khususnya posisi guide. Yang mana guide adalah ujung tombak perusahaan, meski secara umum guide di Indonesia bukan bagian dari perusahaan itu sendiri. Guide lebih suka bebas, dan travel agent hanya mengikatnya dengan order, yaitu perintah kerja atau saat ada kedatangan tamu dari travel agent tersebut. Seharusnya masing-masing travel agent memang memiliki kriteria-kriteria tertentu untuk memilih guide –sesuai dengan jenis produk pakettour yang dimilikinya. Namun, tidak bisa demikian di Indonesia, jika mengikuti perkembangan situasi saat ini. Travel agent harus beradaptasi dalam menentukan guide-guide yang akan bekerjasama dengannya. Karena, travel agent mengalami kesulitan untuk menemukan tour guide.Terjadi “kelangkaan” stock guide sehingga memicu persaingan antar travel agent. Situasi yang sangat dilematis, terutama untuk travel-travel agent rintisan, yaitu yang baru didirikan. Pertanyaannya adalah dalam cara rekrutmen, bukan lagi dimulai dengan membuat kriteria guide ideal, lalu membuka lowongan, menunggu pelamar, lalu ke tahap pemilihan guide-guide yang melamar. Secara umum, tidak seperti itu untuk profesi guide. Travel agent harus lebih aktif lagi, yakni menjemput “bola”. Sangat unik. Situasi saat ini, malah sebaliknya travel agent malah harus bersaing dengan travel agent lainnya untuk “mengontrak” agar guide mau bekerja di tempatnya. Sebuah kondisi yang diluar dari kewajaran.

       Travel agent harus jeli dalam mengelola, “merawat” dan membuat penawaran terutama untuk guide yang sudah berpengalaman. Status guide yang rata-rata freelance harus “diikat” dengan menjalin hubungan berdasar itikat baik. Bahasa sederhananya nguwongke atau memanusiakan mitra kerja tersebut. Memang tak berlebihan, dengan perhatian tersebut diharapkan guidetersebut bersedia membantu jika dibutuhkan. Ini yang saya sebut mutual ewuh-pakewuh, kurang profesional, namun dibenarkan sebagai solusi menghadapi situasi yang ada. Travel agent yang mapan, mereka akan memperkerjakan guide senior dengan jam terbang tinggi, dan kadang-kadang menerima guide debutan sebagai “bemper”, jika permintaan guide tinggi. Jika seperti itu, apakah dibutuhkan kriteria guide khusus untuk bisa bekerja di suatu travel agent?

Jenis-jenis Travel Agent
        Segmentasi pasar memaksa tiap travel agent harus menentukan differential produk dagangnya –produk yang membedakan antara satu agent dengan agent lainnya. Segmentasi tersebut bertujuan untuk mengerucutkan persaingan, sehingga dapat terlihat berapa kompetitornya, yakni yang menjual produk yang sama. Dalam dunia pariwisata, yang disebut produk adalah program tour. Program paket tour dapat menjadikan ciri khas dari sebuah travel agent. Misalnya, travel agent yang fokus di dayly package tour maka mereka identik sebagai pengecer, untuk walking guest saja. Sehingga mereka hanya membutuhkan guide yang berkemampuan komunikasi secara umum, mampu menghubungkan dari satu obyek ke obyek lainnya dalam satu hari tersebut. Pengetahuan umumnya hanya sekitar tingkat regional wilayah kecil saja. Demikian itu sudah lebih dari cukup.

       Secara umum travel agent dikelompokkan pada: tour klasik, tour petualangan, tour minat khusus. Pembagian ini selain bertujuan untuk segmentasi pasar, sekaligus untuk segmentasi tourguidenya. Tour klasik adalah paket program yang menjual tempat-tempat wisata yang sudah terkenal yang mana ada “kewajiban” jika berwisata di satu destinasi itu “diwajibkan” untuk mengunjungi tempat tersebut. Misalnya, di Yogyakarta terkenal dengan Kraton, Prambanan, Malioboro dan Borobudur, sebagai highlights ciri khas Yogyakarta. Tour petualangan adalah kegiatan luar ruang di alam bebas. Istilahnya adalah jenis tour yang tidak klasik lagi, melainkanvarian tour sudah memiliki pendekatan berbeda. Misalnya, obyek wisatanya sama seperti tourklasik, namun kegiatan hariannya dibuat berbeda misalnya dengan diperbanyak jalan kakinya. Tourpetualangan ini secara umum adalah seperti pendakian gunung, arung jeram sungai, clycling cross country, trekking lintas desa, dll. Sebenarnya, karakter jenis tour mirip dengan tour minat khusus, karena di Indonesia minat khusus –para hobi, identik dengan petualangan. Namun minat khusus dan petualangan hanya dibedakan oleh peminatnya saja. Hal-hal unik dan khusus adalah ciri daritour minat khusus. Misalnya, susur goa Jumbleng, adalah wisata petualangan dan minat khusus. Sedangkan, wisata goa Pindul adalah wisata klasik. Sama-sama obyeknya adalah goa. Sama-sama kegiatan luar ruang, namun berbeda segmen kliennya. Pendeknya, tingkat kesulitan untuk melakukan kegiatan tersebut berbeda.

       Jenis paket tour dari suatu travel agent tentu saja membutuhkan kriteria guide yang berbeda pula. Semakin tinggi tingkat kesulitan satu produk tour maka dibutuhkan guide dengan kemampuan khusus. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guidenya pun harus sesuai, dan menjadi spesialiasinya. Tidak sembarangan orang mampu menjadi guide. Dengan begitu, travel agenttersebut mempunyai pekerjaan lebih berat dalam usaha untuk membentuk guide sesuai dengan kebutuhannya program tournya. Biasanya mereka mengadakan pelatihan secara tersendiri. Mereka membuat open recruitment baik kepada guide senior atau guide muda untuk dilatih, selanjutnya seusai pelatihan travel agent itu menawari kontrak tak tertulis kepada guide untuk mau bekerja bersamanya –tentu saja penawaran satu guide dengan guide lainnya tersebut berbeda.

       Namun, tak semua travel agent mau bersusah payah membuat pelatihan seperti itu, selain harus mengeluarkan uang extra pembiayaan. Mereka juga menghadapi masalah ketidakpastian tentang jumlah besaran guide yang bersedia bekerja dengan mereka. Ini masih terkait dengan status guide yang rata-rata adalah freelance terutama guide yang sudah berpengalaman. hal ini semakin diperparah karena banyak travel agent yang belum mampu direct selling to costumer, kebanyakan dari mereka adalah sub unit dari sebuah travel agent yang lebih besar, entah yang masih sesama di dalam negeri atau menjadi sub unit atau agent local dari travel agent yang berkantor dagang di luar negeri. Travel agent yang demikian pun mempunyai kelemahan dalam memprediksi besaran jumlah kebutuhan guide untuk musim liburan. Berbeda dengan travel agentyang menjual sendiri produknya langsung ke konsumen umum.

Butuh Lembaga Pelatihan Guide
       Permasalahan yang diuraikan di atas, akan sedikit terbantu, jika ada sebuah lembaga pelatihan tour guide di Indonesia. Lembaga tersebutlah yang melakukan sosialiasi profesi guidedan melakukan scouting talent lewat pelatihan yang dibuatnya. Lembaga tersebut lalu bekerja sama dengan beberapa travel agent yang keslitan untuk mendapatkan guide. Mereka melatih dan melakukan quality control terhadap peserta pelatihan sebelum direkomendasikan kepada suatutravel agent. Lembaga ini diharapkan mampu menjadi perantara untuk mengisi kekosongan kebutuhan guide baru yang berkwalitas. Dengan demikian, jika ditanya, apa kriteria untuk menjadiguide? Syarat awalnya adalah pribadi yang menyukai “belajar”, belajar tentang pengetahuan dasar dan umum, juga belajar tentang profesi guide tentang resiko dan peluangnya. Dengan semangat belajar yang tinggi, diharapkan guide-guide muda mampu mengejar ketertinggalan dengan guidesenior. Sehingga gap pengetahuan lapangan dan umum antara kedua guide tersebut tidak terlalu lebar jaraknya. dengan begitu, di lapangan akan tersedia banyak guide yang siap bekerja, dan permasalahan “kelangkaan” untuk mencari guide sedikit demi sedikit mulai terpecahkan. 


No comments:

Post a Comment